BANGGA MENJADI MUSLIM
- yunibudia
- 21 Feb 2020
- 3 menit membaca
Diperbarui: 28 Okt 2021

Sebelumnya tak terpikir kalau menjadi seorang muslim itu suatu KEBANGGAAN secara pribadi, karena terlahir dari keluarga muslim, juga lingkungan sekitar yang 99% persen muslim bahkan sekolahpun berbasis agama Islam dari TK hingga Perguruan Tinggi, dan jelas hidup di negara dengan mayoritas muslim, jadi buat aku itu menjadi hal yang biasa, seperti hanya mengikuti arus kehidupan saja.
Tapi pemikiran itu perlahan berubah, setelah negara api menyerang haha… Apa sih!!
Bermula saat aku berkunjung ke negara tetangga yang muslimnya menjadi minoritas, sungguh sangat bersyukur tinggal di Indonesia yang mayoritas muslim, begitu banyak ulama yang memperhatikan umatnya sampai pada kehalalan makanan. Aku yang sangat suka mencoba makanan baru sangat tersiksa untuk tidak menyentuh apapun sebelum yakin itu halal.
Sudah menjadi lumrah juga di sana, saat melihat sepasang “laki-laki” saling berangkulan atau suap-suapan di ruang publik, aku sangat tak tahan melihatnya, dan aku shock! saat melihat kesekeliling orang-orang biasa saja menanggapinya tidak ada pandangan menghakimi atau yang diam-diam membicarakan mereka, semuanya terlihat normal. Sungguh aku bersyukur hidup di Indonesia.
Kebanggaan itu tumbuh lagi saat melaksanakan ibadah umroh, semua muslim dari seluruh dunia berkumpul di dua kota suci ini. Semua orang dengan warna kulit dan bahasa yang berbeda-beda menyatu dalam shaf shalat dan itu sangat membuatku terkagum-kagum. Yang lebih membuatku bangga adalah hanya muslim yang dibolehkan berkunjung ke Makkah dan Madinah, melihat keindahan dan perasaan yang kuat yang membuat iman kita meroket saat berada di dua kota ini apalagi setelah masuk ke Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Masya Allah ‘ala kulli hal.
Saat itu Ustadz yang mendampingi kami umroh memberikan instruksi bahwa saat tawaf nanti jika ada masuk jamaah dari Turki kita harus mempersilahkan mereka masuk terlebih dahulu karena jika kita tidak mengalah maka ditakutkan kita akan terdorong,dan aku jadi penasaran.
Waktu putaran tawaf kesekian (aku lupa persisnya) ustadz memberikan arahan untuk berhenti, ternyata jamaah dari Turki masuk untuk memulai tawaf dan persis dekat barisan jamaah kami. Aku melihat mereka masuk dengan barisan yang rapih, para wanita berada di barisan tengah sedangkan laki-lakinya membuat barisan mengelilingi mereka seperti menyerupai pagar, mereka saling berpegangan agar formasi tetap teratur, karena postur tubuh mereka tinggi besar dan formasinya juga kuat, memang benar seperti membuat benteng, kalau kita tidak mengalah pasti sudah terdorong jatuh.
Pernah melihat langsung atau setidaknya di video para tentara yang sedang latihan? Mereka berbaris membuat formasi dan berlari-lari kecil sambil membawa senjata dan bernyanyi bersama. Aku pernah, tapi bukan tentara dan juga bukan di Indonesia.
Waktu itu rombongan kami tiba di Makkah jam 11 malam dan setelah persiapan kita langsung melaksanakan umroh pertama, saat melaksanakan sa’i kalau tidak salah sudah jam 2 pagi meskipun lelah tapi karena umroh pertama rasanya begitu luar biasa, tapi ada yang merasakan lebih luar biasa dari ini.
Jamaah dari Turki datang untuk sa’i, yang mengagumkan adalah mereka membentuk formasi seperti para tentara itu tapi bedanya mereka mengenakan kain ihram dan yang mereka lantunkan bukan nyanyian tapi doa-doa, suara mereka sampai menggema di tempat sa’I. Jamaah yang lain sampai melihat kearah mereka dengan kagum. Jika kebanyakan jamaah berjalan biasa dan saat melewati lampu hijau (tempat Siti Hajar berlari-lari kecil saat mencari air untuk Ismail bayi) baru kita berlari-lari kecil atau berjalan cepat. Tapi rombongan jamaah mereka berbeda, dari awal mereka sudah berjalan cepat dan saat memasuki lampu hijau mereka berlari-lari kecil, dan suara mereka tidak sekalipun melemah. Masya Allah.
Banyak hal lain yang membuat hati dan pikiranku terbuka akan keislamanku, aku tidak mau hanya menerima Islam karena keturunan tapi bagaimana aku benar-benar mengimani Allah dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Cerita yang aku tulis ini dan juga yang lainnya yang insya Allah segera aku tulis seperti remainder dan aku juga ingin kalian bisa merasakan kebanggaan yang sama, jadi tidak ada lagi istilah Islam ktp atau Islam keturunan.
Wallahu a’lam
Uushikum wa iyyaya binafsiy bitaqwallah
Comments