TEMPAT PENANTIAN
- yunibudia
- 2 Agu 2020
- 3 menit membaca
Diperbarui: 28 Okt 2021

Siang itu Mama mengajak aku ke panti jompo yang lokasinya tak jauh dari rumah, pernah beberapa kali lewat tapi hanya sekedar menyapa, tapi kali ini sedikit berbeda karena ada beberapa nasi bungkus yang kita bawa untuk makan siang, Mama bilang mereka hanya makan dua kali sehari pagi dan sore sedangkan siang mereka harus menahan lapar. Bukan tidak ada dana dari donatur, tapi pengurus harus pintar mengeluarkan biaya agar dana bisa bertahan lebih lama sampai donasi datang kembali.
Pertama kali datang sempat bingung harus menunjukkan ekspresi seperti apa, sampai akhirnya hanya bisa tersenyum ramah sambil menahan sedih. Beberapa penghuni sedang mengobrol saat kita datang, mereka sangat antusias bahkan ada yang menyimpan nasi bungkus yang tak seberapa itu āuntuk makan nantiā katanya. Ada nenek yang tertidur lelap di tempat tidurnya, kata Mama nenek itu sudah lama sakit dan tak bisa bisa bangun dari tempat tidur, namanya Mariah tapi biasa dipanggil āMak Duyungā, ada juga penghuni panti yang kamarnya paling pojok dekat kamar mandi, saat kami ke sana dia sedang berbaring mungkin ingin tidur siang, sedang tasbih tersemat diantara jemarinya dan mulutnya sibuk berdzikir, namanya Mak Mimin usianya mungkin sudah 80 tahunan, pendengarannya juga sudah berkurang jadi kita harus agak keras saat mengajaknya bicara, Mama meminta Mak Mimin untuk mendoakan aku, doanya Masya Allah luar biasa indah aku terdiam mengaminkan dan mengelus lengannya lembut sambil mengucapkan terimakasih.
Sejujurnya berat untukku tersenyum, bahkan tak banyak kata yang bisa aku ucapkan, menatap mata mereka lama pun aku tak sanggup, aku tak ingin menampakkan kesedihan. Sepanjang perjalanan pulang seperti orang bodoh aku terus bertanya pada Mama āKemana keluarganya?ā, āKemana anak-anaknya?ā, āKeluarganya ada yang jenguk enggak?ā Rasanya tak masuk akal saja jika mereka hanya hidup sebatang kara, bukankah mayoritas orang Indonesia itu memiliki keluarga besar.
Banyak keadaan yang membuat mereka ada di panti ini, ada yang datang dengan sukarela karena tak ingin merepotkan anak menantunya dan tahu jika keluarganya pun tak bisa merawat mereka, sampai ada yang ditemukan di jalanan sambil tak tentu arah, ditinggalkan keluarganya begitu saja. Tapi pada akhirnya sama, rasanya seperti terbuang, tak ada yang datang menjenguk, jika ada pun tak tentu kapan. Ada penghuni panti yang berkata pada mama sambil terisak, jangan sampai apa yang dialaminya juga terjadi pada Mamaku juga pada yang lainnya.
Bagaimana bisa anak-anaknya meninggalkan orangtuanya yang sudah sepuh begitu saja. Kita terkadang merasa sedih dan miris ketika melihat orang yang sudah sepuh masih bekerja demi mencari nafkah, apalagi jika itu adalah orangtua atau saudara kita sendiri.
Benarlah sebuah perkataan ākedua orangtua bisa merawat sepuluh anak, tapi sepuluh anak belum tentu bisa merawat kedua orangtuanya.
Allah Subhanahu Wa Taāala Berfirman :
āDan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada Ibu Bapak. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan āahā dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.ā (Q.S. Al-Israā 17 : 23)
āDan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.ā (Q.S. Al-Israā : 24)
Jika dalam ayat tersebut Allah memerintahkan untuk tidak berkata kasar, apalagi dengan membiarkan orangtua kita yang sudah sepuh dan tak berdaya. Semoga kita termasuk anak-anak yang berbakti, dan semoga Allah memberkahi rezeki dan melimpahkan pahala bagi semuanya yang dengan ikhlas mengurus kedua orangtuanya. Aamiin.
Wallahu a'lam
Uushikum wa iyya ya binafsiy bitaqwa Allah
Comments